Selasa, 26 Agustus 2008

Kembali ke Nusa Kambangan

Jumat dan Sabtu yang lalu aku kembali ke Nusa Kambangan. Bukan.... bukan sebagai mantan napi yang kembali menjadi napi. Aku ke sana dalam rangka bakti sosial untuk napi-napi yang tinggal di sana. Ini merupakan kunjuganku yang ketiga. Ada beberapa perubahan yang terlihat di sana dibanding kunjunganku sebelumnya.

Pertama, jumlah LP. Ketika aku mengunjungi pertama dan kedua kali, jumlah LP di Nusa Kambangan hanya ada 4 buah, yaitu LP Batu, LP Besi, LP Kembang Kuning, LP Permisan. Sejak tahun lalu, jumlah LP bertambah 1. Nama LP sebenarnya tidak aku ingat, karena LP ini lebih dikenal sebagai SMS (Super Maximum Security). Nama ini menunjukkan tingkat pengawasan yang tentu lebih tinggi dibanding LP lainnya. Ada 4 gerbang yang harus dilalui untuk memasuki LP tersebut, sedangkan LP lainnya hanya 2 gerbang. Setiap pengunjung yang akan masuk ke LP ini harus mendapatkan stempel satu kali di tangannya dan sekali lagi ketika keluar. Ada juga yang mengatakan SMS sebagai singkatan Super Mewah Sel. Meski tidak tepat susunan katanya, tapi cukup menjelaskan bahwa LP ini memang sangat mewah dibanding LP lainnya. Hanya di SMS saja dijumpai AC! Yah, memang LP ini dihuni oleh napi-napi khusus yang perlu penjagaan khusus dan pelayanan khusus, seperti Gunawan Santoso.

Kedua, kondisi jalan di Pulau Nusa Kambangan. Meskipun sama-sama beraspal, kondisi jalan saat ini sudah lebih baik. Pada bagian depan (yang aku maksudkan dengan bagian depan adalah bagian selatan pulau yang memiliki pelabuhan feri penyeberangan ke Pulau Jawa) jalan sudah dilapis ulang dengan hotmix. Perbaikan jalan masih berlangsung dan baru mencakup kira-kira setengah panjang jalan.

Ketiga, kondisi pantai Permisan. Pantai Permisan adalah pantai yang sangat indah, karena itu disebut Permisan yang merupakan akronim permai, indah, berkesan. Ada satu LP yang disebut sebagai LP Permisan, karena letakknya yang berdekatan dengan Pantai Permisan. Pantai Permisan merupakan pantai selatan Pulau Nusa Kambangan. Ombak keras Samudra Indonesia membuat batu-batu cadas di bibir pantai menjadi batu yang indah. Percikan air laut dengan kecepatan tinggi yang memukul batu cadas membuat suatu pemandangan indah berupa kabut di atas permukaan air laut. Foto di sebelah ini bukan foto yang buram, tapi memang batu cadas tampak samar-samar karena tertutup oleh kabut percikan air laut. Pantai ini dipakai oleh Kopassus untuk melakukan upacara pelantikan, tidak heran kalau di atas satu batu cadas tertancap pisau komando Kopassus dalam ukuran besar. Foto di samping memperlihatkan pisau komando yang berdampingan dengan pohon kelapa di atas cadas. Dalam kunjungan pertama dan keduaku, pantai ini dipakai oleh rombongan bakti sosial untuk acara makan siang. Ada bangunan berdinding beton dan beratap sirap yang kami pakai untuk duduk-duduk di pantai. Semuanya sekarang sudah tidak ada, karena terhapus oleh gelombang tsunami pada tahun 2006 yang lalu. Inilah perbedaannya. Bentuk pantai juga sudah berubah. Namun keindahan pantai Permisan masih tetap ada. Keindahan yang berbeda.

Rabu, 20 Agustus 2008

Gala concert Festival 15 UPH

Senin kemarin, aku berpartisipasi dalam gala concert yang merupakan salah satu rangkaian acara Festival 15 UPH. Ini merupakan acara tahunan yang diselenggarakan UPH dalam rangka memasuki tahun ajaran baru. Banyak partisipan dalam konser ini : 4 paduan suara, 2 orkes, 1 grup teater, 1 tim gamelan, 1 grup tari, belum lagi beberapa solis. Hasilnya memang secara keseluruhan jadi enak ditonton dan dapat dinikmati banyak kalangan. Musik yang ringan mengiringi tarian dan pantomim yang disajikan memang membuat gala concert ini enak ditonton. Ini semua karena peran art director yang memadukan seni musik, seni gerak, seni tata cahaya, seni multi-media menjadi aksi panggung yang baik. Selain itu ada Event Organizer yang bekerja keras untuk melancarkan jalannya acara.


Namun bagi LKCCO, konser kali ini terasa ringan, tanpa beban. Latihan hanya 2 bulan tanpa ketegangan, tidak diburu-buru, karena memang lagu-lagunya ringan. It Is Well, Amazing Grace, How Great Thou Art, Coming Home, People Need The Lord, bahkan Lord's Prayer- pun dibawakan dengan gaya pop. Mungkin karena itu pula, berdasarkan pengalaman tahun lalu, banyak anggota paduan suara yang mangkir. Mangkir untuk meliburkan diri dari latihan-latihan berat selama ini. Aku lebih memilih tetap ikut latihan agar tidak kehilangan semangat bernyanyi.

Terus terang, aku lebih menikmati latihan-latihan persiapan dibanding konser itu sendiri. Dalam latihan, aku bisa mendengar suara seluruh paduan suara yang dibunyikan dengan indah. Sedangkan pada saat konser, bunyi orkes yang sudah keras ditambah lagi dengan sound system dalam ruangan berkarpet, mendorong paduan suara untuk bernyanyi mengimbangi kerasnya musik pengiring. Akibatnya, suara yang keluar menjadi tidak indah lagi, cenderung berteriak-teriak. Sangat berbeda ketika uji coba di gereja kecil dengan iringan organ, ketika kami lebih memikirikan kualitas suara dibanding kuantitas suara. Ah... rasanya kangen bernyanyi acapella lagi, seperti Locus Iste, Ave Verum ...

Satu hal tentang gala concert yang bagiku menyenangkan, yaitu kami mengenakan jubah. Hal ini membuatku tidak perlu pusing memikirkan penampilan. Tidak perlu menjahit baju baru, tidak perlu memikirkan sepatu yang pantas. Karena semuanya tertutup oleh jubah. Aku hanya mengenakan T shirt, celana jeans dan sepatu kets yang membuatku nyaman berdiri lama pada bagian akhir konser. Nyaris tanpa beban. Mungkin karena rileks itulah aku mendapat kesempatan berfoto bareng Pak Anton, pelatih Lippo Karawaci Community Choir & Orchestra yang merangkap sebagai Art Director Gala Concert kali ini. Lihat senyum kami yang seperti tanpa beban. Sebetulnya yang tanpa beban itu aku, sebab aku tahu beban Pak Anton pasti berat sebagai art director.
 
Copyright 2009 Kupikir.... Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase