Jumat, 06 Februari 2009

Kupikir aku sakti ....

Selama ini aku punya kebanggaan sebagai orang yang bisa dibilang tidak pernah jatuh sakit. Artinya sakit yang memaksaku terkapar di tempat tidur berhari-hari dan tidak bisa beraktivitas apa-apa. Sakit terparah yang pernah kualami hanya 2 hari demam atau 1 hari diare. Pernah juga terpaksa harus terkapar 4 hari di rumah sakit, itu juga bukan karena aku sakit tapi karena baru menjalani operasi sectio caesaria untuk melahirkan balerinaku. Dan sesungguhnya selama 4 hari itu aku tidak terkapar. Kupikir aku ini memang sakti...

Kesaktianku kudapat dari hasil tempaan selama 40 tahun hidup nyaris tanpa antibiotika. Dalam tahun-tahun pertama hidupku, aku terbiasa bermain sambil menantang angin tanpa baju yang menutupi tubuh. Didukung makanan sehat secukupnya yang diberikan orangtuaku. Bisa dibilang, aku jarang sakit, dalam satu tahun belum tentu aku terkena batuk-pilek. Rapor SD hingga SMA ku bersih dari absen. Kalaupun terkena demam, hanya dengan 2 atau 3 kali minum asam asetil salisilat, sembuh. Kupikir aku ini memang sakti...

Ketika kuliah, hidupku lebih jorok. Makan siangku seringkali dilakukan di atas parit besar di depan kampus yang berhadapan langsung dengan jalan raya. Tampaknya ini justru mempertajam kesaktianku. Ups... tidak persis demikian. Untuk pertama kalinya aku kena flu berat yang membuatku demam dan menggigil hingga 2 hari. Aku kena sinusitis dan diberikan antibiotik entah golongan apa yang betul-betul tokcer, baru minum 2 kapsul...langsung sembuh. Terapi antibiotika pertama dalam hidupku. Kupikir aku masih sakti....

Hidupku selanjutnya ketika menyerahkan diri ke daerah endemik malaria selama 2 tahun memberi pengalaman unik bagi diriku. Udara yang panas disertai angin kencang tidak membuatku sakit. Mungkin parasit malaria pernah mampir di tubuhku, tapi aku tidak pernah mengalami gejala-gejala penderita malaria umumnya. Paling banter, di bulan-bulan terakhir, pada hari-hari lemahku tiap bulan aku mengalami demam selama 1 hari yang hilang sendiri keesokan harinya. Kupikir aku ini memang betul-betul sakti....

Setelah menjalani hidup bersama guru hebatku, kesaktianku makin terasah dengan mengicipi makanan segala rupa, mulai dari mi tek-tek sampai tahu gejrot, mulai dari sang-sang sampai RW, mulai dari sup ular sampai bahn mi thit, mulai dari tom yam soup sampai lasagna. Kupikir aku ini sakti.....

Aku begitu yakin dengan kesaktianku yang tanpa vaksinasi hepatitis ternyata aku bebas hepatitis meskipun pekerjaanku tergolong kelompok resiko tertinggi terinfeksi. Hingga April tahun lalu, aku tidak habis pikir bagaimana aku bisa terkena demam berdarah! Disusul pengalaman terkapar akibat tifus selama 2 minggu yang baru lalu. Ternyata kesaktianku bisa berkurang. Mungkin kini faktor "U" banyak mengambil peran. Kupikir aku mulai kehilangan kesaktianku.....hiks....

Minggu, 01 Februari 2009

Langkah pertama - kenekadan mengatasi rasa takut

Pertama kali aku mendengar istilah "Segala sesuatu harus dimulai dengan langkah pertama" adalah ketika Valen mengucapkannya tahun 1992. Mungkin sebelumnya pernah ada yang menyebutkannya atau pernah kubaca, tapi tidak bermakna mendalam bagiku. Waktu itu belum ada PDGI cabang NTT. Tidak ada yang berani memulai, karena ragu-ragu melihat medan yang sulit ditempuh untuk mempertemukan seluruh dokter gigi se-NTT. Tidak ada yang berani mencalonkan diri menjadi ketua, mungkin merasa sungkan dengan beberapa dokter gigi senior yang sudah berada di Kupang selama belasan atau puluhan tahun. Ketika suara terbesar memilih Valen untuk menjadi ketua, kata sambutannya diawali dengan istilah di atas. Dia bersedia melakukan langkah pertama itu dan setelah itu PDGI cabang NTT mulai tumbuh...entah bagaimana keberadaannya sekarang.

Bukan PDGI cabang NTT yang mau kubicarakan di sini. Tapi istilah "Segala sesuatu harus dimulai dengan langkah pertama". Seringkali bagian tersulit dari suatu pekerjaan adalah melakukan langkah pertama.

Ada rasa ragu ketika aku pertama kali menginjak pedal untuk menggerakan motor pemutar mata bor di dalam handpiece. Takut kalau mata bor itu berputar terlalu cepat dan menggerinda jaringan gigi yang sehat. Ternyata yang membuat mata bor salah menggerinda bukan besarnya tekanan kakiku pada pedal, tapi tremor tanganku yang menggetarkan handpiece. Perlu beberapa kali latihan dan sedikit kenekadan untuk membiasakan koordinasi kaki dan tangan dalam mengontrol gerakan mata bor. Syukurlah tahap ini aku lalui dalam usia mudaku, sehingga tidak terlalu sulit untuk melakukan langkah pertama mengebor gigi. Gigi asli, namun yang sudah tercabut dari rahang dan ditanam pada rahang tiruan yang terbuat dari gips.

Ada langkah pertama yang cukup sulit dilakukan karena terjadi ketika aku tidak muda lagi, yaitu ketika belajar mengendarai motor. Terlalu banyak hal yang aku pertimbangkan, sehingga kadar nekadku sangat kecil dibandingkan pertimbangan-pertimbanganku. Ketika sekali waktu motorku jatuh di U turn, hal ini membuatku takut untuk mulai belajar lagi. Perlu waktu berbulan-bulan dan diomeli guru hebatku serta tentunya kenekadan untuk membuatku berani untuk belajar lagi.

Ada sebuah langkah pertama yang prosesnya sangat lama. Perlu waktu 30 tahun bagiku untuk menciptakan momen bernafas selama berenang. Aku belajar berenang sejak usia 13 tahun. Setiap minggu aku berenang dengan rombongan sekolahku. Dari pertemuan tiap minggu itu, aku belajar berenang dengan gaya bebas, gaya punggung, gaya katak. Hanya satu kekuranganku, yaitu tidak mengambil nafas selama berenang. Hanya satu, tapi artinya aku tidak bisa berenang! Banyak orang berusaha mengajarkanku mengambil nafas, mulai dari guru olahraga yang memang kewajibannya sebagai guru sampai teman-teman yang merasa kasihan melihatku berenang dengan gayaku. Semua orang yang berusaha mengajariku pasti sudah melihatku yang keselak air setiap kali mau mengambil nafas. Aku baru berhasil mengambil nafas dengan benar belum lama ini. Ternyata bukan kenekadan yang diperlukan untuk mengambil nafas, tapi ketenangan pada saat mengubah arah wajah dari menghadap air menjadi menghadap udara. Semudah itu. Langkah pertama yang harus diperjuangkan selama 30 tahun! Setelah itu aku sangat menikmati renang.

Langkah pertama belum tentu bermanfaat. Kadang-kadang setelah melalui perjuangan berat untuk melakukan langkah pertama, ternyata tidak ada apa-apa di depan. Atau setelah langkah pertama dilalui dengan berat, juga beberapa langkah selanjutnya, ternyata jalan yang diambil salah, karena ada jalan lain yang sangat mudah dilakukan tanpa perlu perjuangan berat untuk melakukan langkah pertama.

Saat ini aku belum berhasil melakukan langkah pertama untuk scuba diving : mencemplungkan diri ke dalam air dengan cara melangkah ke dalam air. Aku sendiri tidak tahu apa yang membuatku takut untuk masuk ke air dengan cara melangkah. Meskipun aku pernah melakukannya sekali, aku tidak tahu apa yang membuatku mampu melakukannya. Tidak ada yang kuingat, tau-tau aku sudah berada di air. Yang pasti aku tetap dapat melakukan scuba diving tanpa perlu melangkah ke dalam air sebelumnya, karena aku dapat masuk air dengan cara menjatuhkan punggung lebih dahulu. Golongan langkah pertama yang mana ya ini?
 
Copyright 2009 Kupikir.... Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase