Rabu, 15 Juli 2009




Kupikir......
bengkak di kaki kanan bekas tergelincir di jurang yang belum kempis sempurna ini sama seperti bengkak akibat gigitan lalat sapi 17 tahun yang lalu. Bengkak di tempat yang sama, keras yang sama, gatal yang sama.....







Jumat, 03 Juli 2009

BERDEKATAN DENGAN KEMATIAN

Ada hubungan antara luka di kakiku, seperti yang terlihat di foto ini, dengan kedekatanku dengan kematian. Bukan....., bukan luka ini yang menyebabkan aku dekat dengan kematian. Luka ini terjadi pada tanggal 23 Juni 2009, kira-kira pukul 11.00. Hari itu adalah hari ke9 cuti kami sekeluarga. Saat itu kami berada di sekitar air terjun Hin Lat, Pulau Samui - Thailand. Nama pulau yang mungkin asing bagi orang Indonesia, karena memang tempat ini tidak menjadi tujuan wisata orang-orang Indonesia, tapi menjadi pilihan kami karena memang menarik bagi kami.

Air terjun Hin Lat sebetulnya biasa saja, tidak setinggi dan sebesar air terjun Cibeureum atau Grojogan Sewu, misalnya. Bedanya, tempat ini sepi dan bersih. Saat itu hanya ada 2 orang lain selain kami bertiga.

Saat kami menyusuri jalan turun untuk kembali ke bawah, tibalah kami pada tempat berpijak bersejarah itu. Sepersekian detik sebelum aku menapakkan kaki kananku di situ, terlintas di pikiranku .... sepertinya aku akan terpeleset jika aku menapak di situ. Dan terjadilah yang kupikirkan itu. Tidak ada waktu untuk membatalkan langkah kakiku.

Aku terpeleset dan dalam hitungan detik, aku terperosok ke dalam jurang! Aku merasakan tubuhkan meluncur, berguling, terbanting dan berputar tanpa mampu menahan..... hingga kepalaku sudah berada lebih rendah daripada kaki dan membentur batu. Saat itulah, seperti ada yang menahan, pergerakan tubuhku mengikuti gravitasi bumi tiba-tiba terhenti. Yang pasti bukan gesekan dinding jurang yang hanya pasir melulu.

Secara refleks, aku berusaha mengembalikan posisi kepalaku kembali di atas dengan menumpu tanganku pada dahan yang melintang di depan dadaku. Aku menarik nafas dalam-dalam kemudian mencari-cari tempat keras untuk menapak. Nyaris tidak ada, semuanya pasir! Ada sebongkah batu seukuran setengah telapak kaki yang menonjol di antara tumpukan pasir. Di sanalah sementara aku bertumpu.

Setelah agak stabil, aku melihat di sekitarku, ke atas, ke bawah ..... hanya pasir dan beberapa ranting pohon dan sedikit batu menonjol. Di bawahku ada aliran sungai dengan batu-batu besar, letaknya mungkin sekitar 5 atau 6 meter dari tempatku berada. Selintas terpikir olehku, inilah akhir hidupku. aku tidak akan lama berdiri stabil dan akan jatuh ke sungai dan kepalaku membentur batu-batu kali yang akan memecahkan kepalaku. Saat itu aku merasa dekat sekali dengan kematian.

Cukup selintas saja. Tidak ada waktu untuk bergidik. Setelah itu aku bertekad untuk menyelamatkan diriku. Ditambah suara guru hebatku di atas sana, semangatku untuk kembali ke atas bertumbuh.

Sempat terpikir olehku saat itu, mengapa guru hebatku hanya berteriak-teriak saja di atas memberi petunjuk, bukannya turun untuk membantuku naik. Rasa kesal karena tidak dibantu, ditambah semangatku untuk bergerak naik menjadi vitamin berenergi yang menambah tenagaku untuk bergerak ke atas. Dalam keadaan normal, bahkan untuk mendorong tubuhku dari air sedalam 1,5 meter untuk duduk ke pinggir kolam renang, aku sering tidak mampu! Dan kali ini aku harus memanjat setinggi 5 meter untuk mencapai jalan setapak!

Setelah tiba di atas, aku baru menyadari bahwa jurang itu betul-betul curam, hampir 90 derajat. Pantaslah guru hebatku tidak bisa membantuku.

Rupanya aku diselamatkan oleh lilitan beberapa ranting pohon pada kaki kananku. Tahanan ranting pada selangkanganlah yang menghentikan luncuranku. Aku baru menyadari kehadiran ranting-ranting itu ketika aku harus membebaskan diriku dari lilitannya pada saat berusaha memanjat ke atas.

Perlahan-lahan aku meniti ke atas dengan bertumpu pada akar pohon dan beberapa batu yang sedikit menonjol. Aku selamat dan hanya menyisakan sebuah luka terbuka, 2 buah bengkak di kaki, 1 benjolan di kepala, beberapa luka lebam dan baret-baret di kaki dan tangan. Sebuah pengalaman berdekatan dengan kematian yang sangat singkat. Tidak ada peluang untuk merasa ngeri, tidak ada peluang untuk menimbang-nimbang pilihan, bahkan untuk menangis!

Pengalaman itu mirip seperti grafik persamaan kuadrat yang berbentuk parabola yang menggambarkan garis hidupku. Ketika nilai x menghasilkan nilai minimum y, ada garis lurus horisontal dengan nilai y sedikit dibawah nilai y grafik parabola hidupku. Perbedaan nilai itu sangat kecil, seandainya pinsil yang digunakan untuk membuat grafik tidak tajam, tentu akan akan menghasilkan titik potong.

Gambar yang sempurna ..... sehingga menghasilkan grafik parabola yang masih akan berjalan terus membentuk parabola-parabola berikutnya.........
 
Copyright 2009 Kupikir.... Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase