Minggu, 27 September 2009

Gaptek

Bicara soal gagap teknologi (gaptek), kebanyakan orang mengkaitkannya dengan ketertinggalan seseorang dalam teknologi komputer. Hari ini dan beberapa hari terakhir aku berjumpa dengan beberapa kekonyolan gara-gara gaptek.

Ada sebuah klinik kecil dengan beberapa ruang pelayanan. Untuk mempermudah pencatatan dan pelaporan tindakan medik, disediakanlah 2 perangkat komputer. Yang pertama diletakkan di ruang pendaftaran pasien, yang kedua diletakkan di ruang apotik. Tidak lama setelah kehadiran komputer ini, muncul masalah. Ada ketidakcocokan antara jumlah pasien yang datang dengan jumlah pelayanan yang diberikan dan dengan jumlah obat yang dikeluarkan. Semua diakibatkan oleh kebingungan operator komputer yang baru pertama kali bersentuhan dengan komputer. Yang menggelikan adalah solusinya. Demi menolong operator ini, ada pekerjaan ekstra yang lebih berbelit serta memboroskan kertas dan tinta yang harus dilakukan untuk menginput data ke dalam komputer.
Kupikir... teknologi komputer seharusnya menolong manusia. Namun gagap teknologi memutarbalikkannya, manusia diperbudak oleh teknologi komputer.

Ada sebuah tempat kebaktian, tempat orang bersekutu, dibuat besar dan megah, tanpa mempertimbangkan masalah akustik dan semangat kebersamaan. Teknologi sound system yang canggih dibuat agar suara pemimpin kebaktian dapat didengar oleh jemaat. Saat sound system rusak, suara pemimpin kebaktian yang berteriakpun tidak bisa didengar, bahkan oleh pengunjung yang duduk di tengah ruangan.
Kupikir.... orang menjadi gagap teknologi karena teknologi dipakai untuk menggantikan, bukan untuk menolong dan menghidupkan tradisi. Akibatnya saat teknologi tidak berfungsi, terasa sekali tradisi kebersamaan yang seharusnya ada dalam kebaktian ternyata memang sudah tidak ada di tempat itu.

Masih di tempat yang sama. Tempat yang besar dan megah tentunya akan semakin canggih jika difasilitasi oleh perangkat LCD. Semua informasi ditayangkan melalui LCD, termasuk teks lagu dan petunjuk kapan harus berdoa, membaca Alkitab, berdiri atau duduk, bahkan lafal pengakuan iman yang sudah melekat di otak. Pengkhotbah yang dianggap bagus adalah yang mampu memvisualisasikan bahan khotbanya melalui media power point. Saat operator komputer sedikit terlambat membalik halaman teks lagu, maka tak ada yang dapat bernyanyi. Saat terjadi gangguan pada LCD atau komputer, maka jemaatpun bingung harus berdiri atau duduk dan lupa bahwa ini adalah respon yang sangat alamiah dan seharusnya tidak perlu diperintahkan oleh LCD. Saat komputer terkena virus, barulah terasa bobot sesungguhnya sang pengkhotbah.
Kupikir.... teknologi komputer membuat orang yang gagap teknologi menjadi robot tak bernyawa, tidak wajar dan kehilangan kreativitas.

Di sebuah klinik gigi tersedia dental unit dengan teknologi modern. Semua terkomputerisasi. Untuk menaik-turunkan bangku, sandaran bangku cukup dengan menekan satu tombol. Dari 4 perangkat mesin pemutar bor yang berjajar di meja, hanya satu yang akan berfungsi yaitu yang diangkat dari soketnya. Selama mesin pemutar masih berada di dalam soketnya, meski dihidupkan, mesin tidak akan memutar bor. Sangat efektif dalam segi keamanan. Dengan sensor optikal, saluran air hanya akan mengeluarkan air kalau ada gelas kosong di bawahnya. Sangat efisien dalam penggunaan air. Masalah muncul saat terjadi kebocoran angin dari kompresor ke dental unit. Fungsi komputer sama sekali berhenti bekerja. Bahkan lampu tidak dapat dinyalakan. Tidak ada satu pasienpun yang dapat dilayani gara-gara tikus yang iseng menggigit selang angin.
Kupikir.... teknologi seharusnya tidak membuat manusia kalah terhadap makhluk lain. Namun tikus ternyata mampu membuat orang menjadi gaptek.

Saat pertama kali mengenal surat elektronik 12 tahun yang lalu, aku sudah cukup terlambat. Namun aku mensyukuri karena teknologi ini betul-betul mendekatkanku pada kakakku yang tinggal jauh di belahan dunia lain. Komunikasi menjadi lebih mudah dan irit waktu, meski saat itu koneksi internet masih menggunakan sistem dial-up. Banyak kemudahan lain kutemukan seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi hingga saat ini. Hingga terakhir, muncul teknologi blackberry. Semakin banyak orang yang menjadi tertolong untuk mengakses internet dengan alat ini, termasuk ibu-ibu rumah tangga yang sebelumnya dianggap dan mengaku gaptek. Mailing list semakin ramai dengan kehadiran milister pengguna blackberry. Muncul rekor posting beberapa bulan terakhir. Puluhan, bahkan ratusan posting dalam sehari. Sayangnya sebagian besar posting ternyata tidak berbobot, kadang-kadang hanya berisi tulisan "wkwkwk..." (maksudnya menggambarkan bunyi tertawa, meskipun kalau dibaca lebih mirip suara bebek) untuk menanggapi posting sebelumnya yang berisi lelucon 1 baris. Banyak milister lain yang masih menggunakan sistem dial-up mengalami kemacetan dalam mengirim dan menerima email karena padatnya lalulintas email. Yang lain kehilangan email penting karena terselip di antara email-email kripik itu (rame saat dikunyah namun tak bergizi).
Kupikir... gagap teknologi menjadi menular bahkan kepada orang yang sebelumnya tergolong atau menganggap dirinya melek teknologi. Rancu, sesungguhnya yang gaptek itu milister pengguna blackberry atau milister dengan sistem dial-up?

Teknologi dibuat untuk menolong agar kerja manusia menjadi lebih mudah, lebih teliti, lebih menjangkau bagian yang tidak terjangkau secara manusiawi, lebih mencakup dimensi yang lebih luas. Gagap teknologi bukan hanya menjangkiti orang yang tidak mengikuti perkembangan teknologi, tapi juga orang yang mengikuti namun meninggalkan segi kemanusiaannya.
 
Copyright 2009 Kupikir.... Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase