Minggu, 30 September 2012

Lagi, tentang penayangan nyanyian jemaat melalui LCD

Sudah 2 tahun sejak aku menulis curahan hati tentang ini di sini. Selama itu aku terus beribadah di tempat yang menggunakan LCD untuk menayangkan seluruh detail rangkaian ibadah, termasuk nyanyian jemaat. Buku nyanyianpun tersedia di tempat duduk. Semua masih rapi, jarang dibuka (kalau tidak boleh disebut  "tidak pernah dibuka").

Aku sama sekali tidak menyangkali kebutuhan manusia akan teknologi komputer. Teknologi komputer sangat menolong manusia melakukan aktivitasnya dengan cepat dan akurat. Tetapi aku menyesali ketergantungan manusia yang membabi-buta pada teknologi komputer sehingga melupakan keunggulan manusia sebagai ciptaan Tuhan. Menyesali  manusia yang mau diperbodoh oleh teknologi.

Ini adalah beberapa contoh teknologi yang memperbodoh manusia saat menyanyikan nyanyian jemaat dengan tayangan LCD :
  1.  Nyanyian jemaat hanya dapat dilihat 1 atau 2 baris dalam 1 halaman power point. Untuk menghayati syair nyanyian, penyanyi harus mengetahui kata-kata yang akan dinyanyikan sebelum nyanyian sampai di bagaian tersebut. Misalnya "Tinggal sertaku; hari t'lah senja....." Penyanyi harus tahu bahwa puisi ini belum selesai, karena akan dilanjutkan dengan "G'lap makin turun,- Tuhan, tinggallah!" agar kedua baris puisi ini dapat dinyanyikan dengan utuh. Penayangan nyanyian dengan LCD tidak dapat memenuhi kebutuhan ini, karena baris kedua belum terlihat saat baris pertama dinyanyikan.
  2. "Aku perlukan Dikau tiap jam....." Kejadian di ruang operator : Mouse  habis baterai, perlu sepersekian detik bagi operator untuk beralih dari mouse ke keyboard laptop. Tidak ada yang tahu apa kelanjutan syair ini. Seolah-olah ada "keselekan massal" selama beberapa detik sebelum menyanyikan "....lam cobaan Kaulah kupegang"  Alangkah ganjilnya nyanyian jemaat ini terdengar
  3. "Aku tak takut, kar'na Kau dekat.......; susah tak pahit, duka tak berat.... Siapa penuntun yang setaraMu? Siang dan malam tinggal sertaku". Ada yang aneh. Apa kaitannya? Tapi semua menyanyikannya karena itulah yang ditayangkan LCD. Terima saja. Padahal tim multimedia "bablas copas" untuk bait 4 ini. Bukan hanya not yang di"copas", tapi juga syair baris ketiga dan keempat.
  4. Selesai bait 4 selesai, listrik padam. Pianis masih bermain. Tapi tidak ada lagi tayangan syair nyanyian. Beberapa orang sibuk membuka buku NKB yang ada di kantung bangku di depannya...sayangnya tidak menemukan karena tidak tahu lagu tersebut ada di buku Kidung Jemaat. Beberapa orang berbisik-bisik. Yang lainnya tengok kiri, tengok kanan. .Tidak nyaman sama sekali.
Teknologi terus dikembangkan untuk menolong manusia. Power point merupakan perkembangan teknologi slide yang membantu penyampaian materi. Fitur-fitur berkembang terus dan membuat penyampaian materi tidak membosankan.Semua dibuat untuk melayani manusia.

Namun apakah memang kita perlu dilayani saat menyanyikan nyanyian jemaat? Setiap orang mempunyai kemampuan dan kecepatan berbeda dalam membaca syair lagu. Artinya kebututuhan mata tiap orang berbeda dan tidak semuanya terlayani dengan tayangan LCD. Nyanyian jemaat adalah nyanyian yang dinyanyikan oleh jemaat, jadi masing-masing harus melayani dirinya sendiri agar dapat menghayati seluruh syair yang dinyanyikan. Hal-hal di atas tidak akan terjadi bila buku nyanyian dipakai lagi. Setiap orang bebas  melirik satu atau dua kalimat berikutnya kapan saja. Bebas melirik kembali syair yang barusan dinyanyikan bila merasa kurang menghayati saat menyanyikannya. Bebas menutup buku nyanyian karena sudah hafal seluruh syairnya.  Tidak lagi ada keselkan massal, kesalahan massal dan keresahan massal dalam kebaktian.

Satu  hal lagi. Ada yang menganggap penggunaan LCD yang menayangkan urutan-urutan dalam kebaktian secara detail untuk menggantikan kertas liturgi merupakan tindakan "go-green". Sama sekali tidak. Berapa banyak jejak karbon yang ditinggalkan untuk mempersiapkan tayangan dan saat menayangkan? Selain itu, bukankah kertas liturgi sesungguhnya tidak diperlukan karena liturgi tetap dapat berjalan tanpa ada kertas liturgi.
 

Selasa, 24 April 2012

Aktivis gereja


Saat ini aku sedang di kamar kami di gereja menunggu Aurima rapat. Rapat berlangsung di ruang sebelah kamar yang dibatasi oleh tembok gipsum. Suara anak-anak remaja rapat terdengar lamat-lamat dari kamar.

Aku mengenang kejadian 25 tahun yang lalu, saat pertama kalinya aku menjadi aktivis gereja. Aku Si Anak Rumahan tiba-tiba berada di antara pemuda-pemuda yang tampaknya sudah lama aktif di gereja. Semua berbicara, sementara aku hanya mendengar dan melihat. Suara-suara mereka masuk ke telingaku dan terus berdenging di sela-sela tulang kepala bahkan setelah rapat selesai dan tidak berkurang gaungnya saat menjelang tidur. Malam itu aku sulit tidur karena suara-suara itu terus berdenging di kepalaku. Pengalaman memasuki sesuatu yang baru ini sangat berkesan karena itu tidak pernah kulupakan.

Sekarang Aurima ada di situasi seperti itu, tapi pasti dengan pengalaman yang sama sekali berbeda.

Ketoprak

Di kantin depan sekolah pada saat anak-anak TK bubar sekolah. Ramai sekali. Hampir semua meja terisi. Di sebuah meja, beberapa ibu sedang makan. Salah satunya makan ketoprak, begitu menurutnya. Ibu di sebelahnya berkomentar,
"Itu sih gado-gado, bukan ketoprak"
"Ketoprak"
"Kalau ketoprak kan pake bihun"
"Ini bihunnya" (sambil menunjukkan bihun di balik bumbu kacang dan memasang wajah kesal)
 Di balik bumbu kacang ada lontong, tahu goreng, toge, bihun, ketimun ..... semua isi ketoprak ada di piring itu. Selain itu, ada daun bayam, kacang panjang juga.

Seorang ibu mendekat dan berkomentar,
"Wah... asik amat nih, makanannya lain-lain semua. Ini gado-gado ya?"
"Bukan, ketoprak" (sambil meneruskan makannya)

Kupikir...
satu orang lagi yang berkomentar tentang makanannya, ibu ini akan meledak
aku duduk persis di depannya, tapi aku tidak mau menjadi pemicunya
untung makanannya keburu habis sebelum ada yang melihat dan berkomentar lagi

Kupikir...
ibu ini memang PD banget
makanan yang dimakannya bukan gado-gado, bukan ketoprak
bumbunya gado-gado, karena aroma bawang putih tidak menonjol
isinya campuran gado-gado dan ketoprak

Kupikir...
tidak terlalu penting juga apa nama makanan itu
sekarang banyak makanan yang dipadu
ada rujak soto di Banyuwangi
ada gule baso di Penfui
ada kari babi di Koh Tao
ada pizza rendang di tangan Bara Pattirajawane
Jadi yang penting enak di lidah, memenuhi selera dan bikin kenyang

 
Copyright 2009 Kupikir.... Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase